Kamis, 10 Januari 2013

Mie ayam solo kemantren tulangan (cabang pilang)sidoarjo



MIE AYAM SOLO KEMANTREN  (CABANG PILANG)

“Nikmat rasanya dan Hmm…rasanya pasti menggugah selera

Mie ayam khas Solo (cabang pilang)
Pak eko  memang
sudah sangat populer di
kalangan masyarakat
sidoarjo  khususnya di
lingkungan jln.raya kemantren tulangan sidoarjo
Dan buka cabang di jln. Raya tenggulunan
 daerah pasar larangan sidoarjo 






Mie ayam merupakan makanan khas Solo, Jawa Tengah. Namun kini mie ayam dapat ditemui dengan mudah di mana-mana, termasuk di sidoarjo. Dan Sebut saja penjual mie ayam Solo kemantren (cabang pilang) , bernama pak eko  yang telah berjualan mie ayam di  jln.raya kemantren tulangan sidoarjo  selama kurang lebih lima tahun itu. Dan juga buka cabang di jln.tenggulunan daerah pasar larangan sidoarjo.  Rasa mie ayam ala Pak eko ini lumayan enak sehingga langganan Pak eko  pun cukup banyak dan terkenal di daerah kemantren .
              Warung Pak eko  dibuka dari pukul 10:00 pagi sampai pukul 22:00 malam . Warung Pak eko ini ramai pengunjung pada waktu jam makan siang kantor hingga sore hari menjelang tutup warungnya. Harga satu porsi mie ayam cukup terjangkau lho . …….
              Mie yang dijual Pak eko  tidak mudah putus dan rasanya kenyal saat dikunyah. Sawinya pun masih terlihat hijau segar meskipun telah berkali-kali direbus dan juga terdapat ceker yang mantep . Daging ayam  pun juga sangat lembut saat dikunyah di mulut. Itulah yang membuat rasa mie ayam Pak eko  menjadi sangat khas di kalangan masyarakat .
“ Nikmat rasa yang tersaji dari satu porsi mie ayam solo pak eko ini, memang ngebuat saya jatuh hati dan merekomendasikannya untuk para penikmat kuliner diseputaran kota sidoarjo ada lagi ne , Pak Bondan Winarno pembawa acara wisata kuliner distasiun tv swasta itu, pernah juga mampir untuk merekomendasikan mie ini lho. Beliau bilang dalam acaranya, “Memang mie ayam solo kemantren  ini benar-benar Mak Nyuss”. Kenikmatan mie ayamnya sudah diakui beberapa artis ibu kota. Gak percaya? Silahkan coba ja????

Rabu, 09 Januari 2013

Tradisi Main Ski lot(lumpur) di desa lekok Pasuruan



 Tradisi Main Ski lot (Lumpur) di desa lekok Pasuruan
    
               

 Satu lagi tradisi unik, kali ini yang berhubungan dengan ski, kalau biasanya ski itu identik dengan es, tapi tidak bagi penduduk desa Pantai Lekok, Pasuruan. Lho, kenapa? karena di sana ski malah identik dengan lumpur. Main ski di atas lumpur sudah merupakan atraksi tahunan yang biasa digelar setiap tahunnya bertepatan dengan hari raya Ketupat atau beberapa  hari setelah Idul Fitri.

Tradisi Ski Lot ini sudah turun temurun dilakukan oleh para nelayan di sana. Awalnya dari rutinitas para nelayan mencari kerang dan rajungan di laut dengan menggunakan papan. Nah, dalam perkembangannya apa yang dilakukan oleh para nelayan ini akhirnya menjadi semacam tradisi setiap tahunnya dan dapat disaksikan oleh para pengujung yang duduk di pinggiran arena ski.

Nama ski sendiri seperti yang kita ketahui artinya adalah berselancar, sedangkan lot merupakan kata dari bahasa Madura “Celot” atau lumpur maka jadilah perpaduan keduanya menjadi Ski Lot. Ski lot dilakukan di atas lumpur tambak yang dikosongkan, para pesertanya biasanya adalah pria dewasa namaun tak jarang pula wanita dan anak-anak  juga turut serta.

Peralatan ski lot ini terdiri atas papan luncur yang panjnagnya 1.5 meter dan lebarnya 0,5 meter. Papan luncur ini sedianya merupakan alat untuk mencari kerang bagi warga pesisir pantai namaun telah modifikasi sedemkian rupa oleh para peserta. 

Dalam ski lot mereka harus menangkap kepiting, ikan lele dan belut dengan berselancar di atas lumpur. Peserta harus menaiki papan luncur dengan posisi jongkok dan sebelah kaki harus tetap berada di lumpur sebagai penggerak saat akan melaju. Siapa yang tercepat akan  keluar menjadi juara dan diberikan hadiahnya yang cukup menarik biasanya, yaitu peralatan elektronik dan julukan nelayan cekatan dan cakap saat bekerja.

Selain lomba luncur, kegiatan ski lot juga dimeriahkan dengan adanya pasar murah, attraksi organ tunggal dan pesta rakyat. Ski lot menjadi kegiatan yang ditunggu-tunggu bagi masyarakat sekitar karena menjadi ajang silaturahmi antar warganya. (berbagai sumber)




Air lumpur itu sontak terbelah ketika papan luncur dari kayu yang ditumpangi Abdullah melintas di atasnya. Air berwarna abu-abu terpercik kemana-mana ketika kaki pemuda asal Desa Tambak Lekok, Kecamatan Lekok, Pasuruan itu menendang air, mempercepat laju papan luncur. "Ayo,..ayo,..ayo,.." teriak penonton yang memadati arena perlombaan skilot Selasa (31/10) ini. Dalam hitungan detik, Abdullah melintasi garis finish, membuatnya tercatat sebagai juara skilot tahun 2006. Penonton pun bersorak.

Kemeriahan kental terasa dalam perombaan skilot dan perahu hias 2006 di desa Tambak Lekok, Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan, Selasa ini. Ribuan orang dari berbagai kota di Jawa Timur tumpah ruah di arena balap di atas lumpur yang lokasinya berjarak 70 KM dari Surabaya itu. Mereka menikmati sajian musik dangdut dan pasar tradisional dadakan yang digelar di areal seluas 2 Ha, sembari menyaksikan perlombaan skilot tentunya.

Sekilas, skilot tidak ubahnya sebuah perlombaan kecepatan dengan menggunakan papan selancar seperti snowboard dan ski es. Bedanya, bila snowboard dan ski es dilakukan di atas es, skilot menggunakan lumpur sebagai arena perlombaan. Perlombaan tradisional yang hanya ada di Pasuruan ini diilhami oleh kebiasaan masyarakat nelayan di daerah pesisir Jawa Timur dalam mencari kerang yang terjebak di dalam lumpur.

Karena berjalan di lumpur sangat susah, masyarakat pencari kerang menggunakan papan berukuran 30x100 cm untuk mempermudah berjalan di atas lumpur. Di sela-sela kebiasaan mencari kerang dengan menggunakan papan luncur itu, masyarakat mengenal sebuah permainan kecepatan. Sejak saat itulah budaya "skilot" mulai dikenal. Biasanya skilot dilakukan di pinggir pantai, ketika masa mencari kerang mulai dilakukan saat laut surut.

Asmawi, penduduk asli Lekok Pasuruan yang dikenal sebagai ahli skilot mengatakan, meski tampak sangat sederhana, perlu keahlian khusus dalam mengendalikan skilot. Terutama keahlian mengolah keseimbangan tubuh. "Kalau kita lihat, hal itu sangat sederhana, tapi coba Anda kendarai skilot, pasti kesulitan," kata Asmawi pada The Jakarta Post. Skilot dikendarai dengan posisi tubuh merendah, dan dua tangah memegang kendali. Lutut salah satu kaki menjadi tumpuan, sementara kaki yang lain berfungsi sebagai dayung dengan menendang lumpur.

Dalam posisi itu, kemampuan tubuh untuk mengolah napas, sangat diperlukan. Bahkan bagi Asmawi, napas yang panjang pun tidak cukup, bila dilakukan dalam posisi itu. "Terus terang saja, faktor kekuatan napas sangat penting untuk pengendara skilot, kalau tidak kuat napasnya, bisa-bisa kita akan kekelahan dalam beberapa meter saja," kata Asmawi sembari tersenyum.

Abdussalam, salah satu tokoh masyarakat Lekok Pasuruan mencatat, perlombaan itu mulai dilakukan secara kontinyu pada pertengahan tahun 1980-an. "Pemerintah menganggap budaya tradisional itu sebagai potensi wisata, sejak saat itu mulai dilakukan lomba-lomba yang dilakukan oleh pemerintah," kata Abdussalam pada The Jakarta Post. Hingga pada pertengahan tahun 1990-an, Pemerintah Daerah Jawa Timur membuatkan arena khusus skilot di daerah Tanah Lekok Pasuruan.

Arena khusus skilot berbentuk tapal kuda dengan panjang lintasan sejauh 100 meter. Di bagian tengah, dibuat tanggul yang digunakan untuk berkumpulnya atlet skilot. Dasar lintasan dipenuhi oleh lumpur dan air. Bila ada pertandingan khusus, lintasan itu diberi pembatas dari tali dengan rumbai-rumbai dari kertas warna-warni mencolok. Masyarakat yang menyaksikan pertunjukan itu berjajar di pinggir lintasan.

Sebagai pertandingan tradisional, skilot tidak memiliki peraturan yang mengikat. Alat ski-nya disediakan oleh panitia perlombaan. Untuk memilih jalur pun, panitia melakukan undian dengan cara hopimpa dan suit. Peserta yang sudah menempati posisi start sudah berada di atas papan. Ketika aba-aba hitungan mudur tanda lomba dimulai dilakukan, dengan sekuat tenaga peserta skilot mulai mendayung dengan salah satu kaki.

Dalam lomba skilot kali ini, diikuti oleh 44 peserta dewasa dan empat anak-anak yang berasal dari komunitas nelayan dan petambak di Pasuruan. "Meski aturannya sederhana, tapi lomba ini juga mengenal diskualifikasi, yaitu ketika peserta lomba tidak mendayung dengan satu kaki, melainkan menjadikan kedua kaki untuk berlari, itu kesalahan yang sering dilakukan," kata Mujiyin, Ketua Panitia Perlombaan.

Yang menarik, skilot juga menyediakan hadiah berupa uang total sejumlah Rp.1,8 juta untuk tiga pemenang. Masing-masing peserta yang bersedia mendaftar menjadi peserta pun diberi hadiah dana partisipasi Rp.10 ribu perorang. Sebuah nilai yang cukup besar bagi masyarakat Pasuruan. "Siapa pun akan mendapatkan uang dari lomba ini, yang penting untuk memeriahkan budaya tradisional," kata Mujiyin.