LAPORAN PRAKTIKUM
STRUKTUR PERKEMBANGAN HEWAN II
REPRODUKSI DAN
PERKEMBANGAN EMBRIO
Dosen Pembimbing:
Dr. drh. Bayyinatul Muchtaromah, M. Si
Kholifah Kholil, M. Si
Oleh :
Izzatul muhimmah
(10620111)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN ) MALANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kita ketahui bahwa semua hewan berasal dari sel telur yang bertemu dengan
sel sperma, yang kemudian melebur menjadi zigot, kemudian berubah menjadi
embrio dengan berbagai tahapan-tahapannya. Pada fase embrio ini lah sedikit-demi sedikit hewan mulai berkembang menjadi sempurna. Sehingga
akan terbentuk individu baru yang seperti induknya (seperti spesiesnya).
Masuknya spermatozoa kedalam
ovum disebut pembuahan, setelah spermatozoa masuk, ovum jadi berhasil
(fruitful), tumbuh jadi induknya yangdisebut zigot. Perkataan itu berarti
berpasangan atau berhubungan. Masing-masing gamet menganduung 1n kromosom,
disebut haploid, setalah terjadi pembuahan zigot terdiri dari sel yang 2n atau
diploid. Zigot pun mengalami pertumbuhan
embriologis (Yatim, 1995).
Sebagaimana dengan siklus reproduksi
yang meliputi pubertas,masa birahi,masak kelamin, fertilisasi, kebuntingan dan
kelahiran. Setelah bersatunya sebuah spermatozoa dengan sebuah ovum dalam tuba
fallopi. Setelah inti sel spermatozoa
bersatu dengan inti sel ovum, maka terjadilah sel baru yang bersifat diploid.
Sel ini disebut gamet atau sel=konseptus, gamet yang telah membelah membagi dua
atau lebih = embrio. Konseptus atau sering disebut embrio (Partodjiharjo, 1992).
Perkembangan fetus bukanlah
sesederhana yang pernah kita bayangkan, akan tetapi pembentukan dan
perkembangan embrio membutuhkan perjalanan yang panjang, oleh karena itu kami
melakukan praktikum ini, agar mengerti tahap-tahap perkembangan embrio baik
secara teori maupun pengamatan praktikum.
1.2 Rumusan masalah
- Bagaimana cara mengawinkan dan memelihara kelinci?
- Bagaimana perkembangan embrio kelinci secara morfologi selama periode kehamilan?
1.3 Tujuan
- Untuk mengetahui apa saja tahapan-tahapan perkembangan embriolgi marmot.
- Mengetahui fungsi plasenta pada embriologi.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1 Masa Kawin
Masa
kawin merupakan suatu musim dalam satu tahun dimana kelinci betina menampakan
suatu aktifitas perkawinan. Dalam periode satu musim kelinci betina jenis
tertentu, baik yang telah dewasa maupun baru mencapai puberitas, memperlihatkan
gejala birahi. Penjantan-pejantanya dengan semangat malakukan kehendak ini
(nafsu birahi). Bagi hewan betina yang beruntung mendapat bibit pada musim
kawin yang baru lampau, menjadi bunting, sedangkan mereka yang kurang
beruntung, tidak mendapatkan aktivitas kawin. Saat seperti ini disebut diam
kawin. kelinci mencapai dewasa kelamin 6 minggu (Nalbanduf, 1990).
2.2 Masa Kebuntingan
Setelah perkawinan kelinci akan
mengalami kebuntingan selama 30-32 hari. Kebuntingan pada kelinci dapat
dideteksi dengan meraba perut kelinci betina 12-14 hari setelah perkawinan,
bila terasa ada bola-bola kecil berarti terjadi kebuntingan. Lima hari menjelang kelahiran induk dipindah
ke kandang beranak untuk memberi kesempatan menyiapkan penghangat dengan cara
merontokkan bulunya. Kelahiran kelinci yang sering terjadi malam hari dengan
kondisi anak lemah, mata tertutup dan tidak berbulu. Jumlah anak yang
dilahirkan bervariasi sekitar 6-10 ekor (Yunus, 1990).
Periode gestasi (masa bunting) kelinci
sekitar 31 atau 32 hari masa kebuntingan paling cepat 29 hari, paling lambat 35
hari, tetapi 98% kebuntingan normal antara 30-33 hari kelinci betina dapat
melahirkan 1-12 anak kelinci tiap kelahiran, dan dapat kembali bunting setelah
beberapa hari melahirkan, tetapi tidak baik membiarkan kelinci kembali bunting
langsung setelah melahirkan,sebaiknya menunggu anak-anak kelincinya berumur 4
minggu, jadi anak-anak kelinci tersebut sudah berumur 8 minggu ketika kelahiran
berikutnya terjadi.. dengan cara ini kelinci betina dapat melahirkan 6x dalam
setahun (Anonymous, 2009).
Kelinci birahi biasanya sering
gesek-gesekin lehernya kekandang,atau dengan melihat kelamaminnya kalo merah
dan basah kelinci tersebut birahi dan siap untuk dikawinkan (Anonymous, 2009).
Tipe pembelahan telur kelinci adalah
holoblastik. Segmentasi pertama terjadi di dalam ampula oviduck, sekitar 24 jam
setelah fertilisasi, pembelahan selanjutnya selama 2-3 hari. Morula yang
terdiri 16 sel terbentuk 2,5 hari setelah fertilisasi, pada hari kehamilan ke-3
morula terun dalam uterus. Blastulasi dimulai didalam uterus, ketika morula
sudah terdiri dari 23-64 sel terbentuk. Pada hari kehamilan ke:4,5 blastokista
mulai berimplantasi dalam endometrium uterus. Implantasi telah lengkap pada
hari ke-6. segera setelah implantasi, embrio memasukki tahap grastulasi,
neurulasi dan organogenesis. Segala
kebutuhan embrio untuk perkembangannya diperoleh dari induk, melalui organ
ekstra embrio yang disebut plasenta dimulai pada hari kebuntingan ke 8,5 (Muchtarromah, 2009).
2.3 Tahapan-tahapan Proses Perkembangan Embrio
Tahap-tahap
perkembangan individu baru dimulai dari gametogenesis, yaitu dengan terbentuknya
empat sperma pada jantan dan satu ovum pada betina. Gametogenesis terjadi pada
individu dewasa, yang kemudian dilanjutkan dengan adanya fertilisasi yaitu
penggabungan antara material sperma dan material ovum (Villee, 1988).
Setelah
terjadinya fertilisasi, yaitu ditandai adanya kehamilan. Selama periode
kehamilan akan terjadi proses perkembangan embrio yang diawali dengan proses
pembelahan, diferensiasi, perpindahan dan organogenesis. Pada mamalia
pembelahan terjadi secara holoblastis. Pembelahan pertama akan melalui bidang
latitudinal yang terletak dibagian atas bidang ekuator. Pembelahan kedua
melalui bidang meridional, tetapi hanya pada blastomer kutub vegetal. Kemudian
diikuti dengan pembelahan blastomer di kutub animal, sehingga terbentuk 4 blastomer.
Pembelahan
ketiga terjadi pada blastomer di kutub vegetal secara tidak serentak. Kemudian
diikuti dengan pembelahan blastomer di kutub animal yang juga terjadi secara
tidak bersamaan. Di akhir pembelahan ketiga akan terbentuk 8 balstomer (Yatim,
1984).
Proses pembuahan (fertilisasi)
memiliki tahapan-tahapan, sehingga dari spermatozoa dapat membuahi sel ovum. Setelah terjadinya fertilisasi akan ada
tahapan-tahapan lain sehingga akan menghasilkan suatu embrio (Marjono, 1992).
Setelah inti sel spermatozoa
bersatu dengan inti sel ovum, maka terjadilah sel baru yang bersifat diploid.
Sel ini disebut (gamet satu sel = konseptus, gamet yang telah membelah menjadi
2 sel atau lebih = embrio). Pertumbuhan embrio yang dimulai dengan pembelahan
diri dari 1 menjadi 2 sel dan seterusnya tidak merubah besarnya seluruh embrio,
sebab pembelahan dan pertumbuhan ini terjadi dalam zona pellucida, dan sel-sel
yang terbentuk makin lama makin kecil
(Partodiharjo, 1992).
Zigot mulai
menjalani pembelahan awal mitosis sampai beberapa kali. Sel-sel yang dihasilkan
dari setiap pembelahan berukuran lebih kecil dari ukuran induknya, disebut
blastomer. Sesudah 3-4 kali pembelahan, zigot memasuki tingkat 16 sel, disebut
stadium morula (kira-kira pada hari ke-3 sampai ke-4 pascafertilisasi). Morula terdiri dari inner cell mass
(kumpulan sel-sel di sebelah dalam, yang akan tumbuh menjadi jaringan-jaringan
embrio sampai janin) dan outer cell mass (lapisan sel di sebelah luar, yang akan
tumbuh menjadi trofoblas sampai plasenta) (Marjono, 1992).
Kira-kira pada
hari ke-5 sampai ke-6, di rongga sela-sela inner cell mass merembes cairan
menembus zona pellucida, membentuk ruang antar sel. Ruang antar sel ini
kemudian bersatu dan memenuhi sebagian besar massa zigot membentuk rongga
blastokista. Inner cell mass tetap berkumpul di salah satu sisi, tetap
berbatasan dengan lapisan sel luar. Pada stadium ini zigot disebut berada
dalam stadium blastula atau pembentukan blastokista. Inner cell mass kemudian
disebut sebagai embrioblas, dan outer cell mass kemudian disebut sebagai
trofoblas (Marjono, 1992).
Gambar 2.1 Tahap perkembangan
embrio
(Marjono, 1992)
Menurut Ngatidjan (1991), perkembangan embrio
mamalia dapat dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu tahap praimplantasi, tahap
organogenesis dan tahap fetogenesis. Dari segi toksikologi perkembagan
ketiganya mempunyai kepekaan yang berbeda-beda.
2.3.1 Tahapan Praimplantasi
Tahap praimplantasi dimulai dari fertilisasi,
pembelahan awal (cleavage), blastulasi hingga gastrulasi
awal. Karena pada tahap ini diferensiasi sel belum berlanjut, apabila satu atau
sekelompok sel rusak oleh gangguan agensia toksis masih memungkinkan bagi
sel-sel sehat di sekitarnya membelah dan menggantikan posisi dan peran sel
rusak tadi. Dengan demikian embrio pulih dan perkembangan dapat berlanjut tanpa
ada efek gangguan yang menetap. Sebaliknya apabila embrio tidak dapat
mentoleransi kerusakan itu maka embrio tidak dapat melanjutkan perkembangannya
dan mati. Maka dari itu efek gangguan agensia toksis pada embrio pada tahap
praimplantasi tidak akan menyebabkan kelainan perkembangan (Ngatidjan, 1991).
2.3.2 Tahap organogenesis
Berbeda dengan itu, apabila
efek suatu agensia toksis menimpa embrio pada tahap organogenesis, yaitu ketika
pembentukan organ-organ sedang giat-giatnya berlangsung, jadi perkembangan
organ dapat terganggu dan mungkin akan terjadi kecacatan ketika waktu akan
lahir (Ngatidjan, 1991).
2.3.3 Tahap fetogenesis
Apabila efek agensia
toksis menimpa embrio ketika sebagian besar organ-organ telah terbentuk (pada
tahap ini embrio disebut fetus atau fetogenesis) dan fetus tinggal melanjutkan pertumbuhan
organ-organ itu, maka manifestasi gangguan seperti ini jarang terjadi adanya
kecacatan melainkan berupa hambatan pertubuhan dan gangguan fungsi. Dengan
demikian terdapat 4 kelompok wujud gangguan perkembangan embrio, yaitu
kematian, kecacatan, hambatan pertumbuhan dan gangguan fungsi (Ngatidjan, 1991).
BAB
III
METODE
PRAKTIKUM
3.1 Waktu
Dan Tempat
Praktikum struktur
perkembangan hewan II tentang reproduksi
dan perkembangan embrio pada hewan vertebrata ini dilakukan pada hari kamis
tanggal 04 Juni 2009 di laboratorium biologi Dasar B Universitas Islam Negeri
(UIN) Malang, pada pukul 13.00-16.30 WIB.
3.2 Alat
Dan Bahan
3.2.1
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini
antara lain:
1. Papan seksi
2. Seperangkat
alat bedah sederhana I pasang
3. Pinset 1
buah
4. Jarum
pentul 10
buah
5. Kaca
pembesar 1
buah
3.2.2
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum perkembangan embriologi ini
adalah:
1.
Embrio kambing 1
ekor
2.
Kelinci yang bunting 1
ekor
3.3 Langkah
Kerja
1
Disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu diatas meja
praktikum
2
Disembelih kelinci terlebih dahulu sebelum dilakukan
pembedahan
3
Dicuci
bekas darah dengan menggunakan aquades
4
Dilakukan pembedahan dimulai dari arah ventral
posterior kearah anterior,
5
Ditentukan jenis
kelamin kambing dan kelinci
6
Dibedah tanduk uterus mencit dan kambing kemudian
mengamati posisi embrio dalam uterus, panjang atau ukuran embrio, cirri-ciri
morfologi embrio, keadaan plasenta, keadaan selaput amniom
7
Digambar hasil pengamatan.
4.2 Pembahasan
4.2.1
Kambing
Pada praktikum kali ini yang kami
amati adalah embrio kambing, yang mana organ-organ penyusunnya sudah sangat
sempurna yang meliputi: mulut yang sudah bisa membuka, mata yang masih ditutupi
oleh selaput, daun telinga berukuran 3,1cm, kulit yang masih licin yang
nantinya akan membentuk rambut-ranbut, ekor, anus, plasenta, kaki depan dan
belakang yang berukuran 11cm. Ukuran fetus pada kambing mencapai kurang lebih
19 cm, dan tipe plasentanya cotyledon, vili berkelompok, berupa bercak-bercak,
diantara cholion terdapat lendir yang licin.
Fetus diselaputi oleh kantung-kantung yang menyelaputi embrio yang
terdiri dari: kantung amnion, kantung yolk, kantung allantois, kantung chorion.
Tahap praimplantasi dimulai dari fertilisasi,
pembelahan awal (cleavage), blastulasi hingga gastrulasi
awal. Karena pada tahap ini diferensiasi sel belum berlanjut, apabila satu atau
sekelompok sel rusak oleh gangguan agensia toksis masih memungkinkan bagi
sel-sel sehat di sekitarnya membelah dan menggantikan posisi dan peran sel
rusak tadi. Dengan demikian embrio pulih dan perkembangan dapat berlanjut tanpa
ada efek gangguan yang menetap. Sebaliknya apabila embrio tidak dapat
mentoleransi kerusakan itu maka embrio tidak dapat melanjutkan perkembangannya
dan mati. Maka dari itu efek gangguan agensia toksis pada embrio pada tahap
praimplantasi tidak akan menyebabkan kelainan perkembangan (Ngatidjan, 1991).
Menurut Partodiharjo (1992) Implantasi
terjadi apabila embrio telah bertautan dengan endometrium sehingga tidak akan
berubah tempatnya. Perkataan implantasi yang berarti tertanam, tampaknya cocok untuk
spesies-spesies yang embrionya tertanam
dalam kelenjar endometrium. Pada bangsa hewan memamah biak, seperti kelinci,
embrionya hanya bersentuhan dengan epitel endometrium. Pertautan terjadi karena
trophoblast menjulurkan protein ke epitel endometrium. Seluruh tubuh
embrio tetap di dalam lumen uterus. Jadi, sifat implantasinya sangat ngambang
dan mudah terlepas. Karena sifatnya yang sangat ngambang ini, maka untuk hewan memamah biak, saat implantasi agak sukar dipastikan
waktunya.
Gambar Proses implantasi
(Marjono, 1992).
Berbeda dengan itu, apabila
efek suatu agensia toksis menimpa embrio pada tahap organogenesis, yaitu ketika
pembentukan organ-organ sedang giat-giatnya berlangsung, jadi perkembangan
organ dapat terganggu dan mungkin akan terjadi kecacatan ketika waktu akan
lahir (Ngatidjan, 1991).
Apabila efek agensia
toksis menimpa embrio ketika sebagian besar organ-organ telah terbentuk (pada
tahap ini embrio disebut fetus atau fetogenesis) dan fetus tinggal melanjutkan pertumbuhan
organ-organ itu, maka manifestasi gangguan seperti ini jarang terjadi adanya
kecacatan melainkan berupa hambatan pertubuhan dan gangguan fungsi. Dengan
demikian terdapat 4 kelompok wujud gangguan perkembangan embrio, yaitu
kematian, kecacatan, hambatan pertumbuhan dan gangguan fungsi (Ngatidjan, 1991).
Struktur plasenta dewasa
berbentuk bundar atau oval insersi tali pusat atau tempat berhubungan
dengan plasenta dapat di tengah (centralis), di samping (lateralis), atau di
ujung tepi (marginalis) , di sisi ibu, tampak daerah yang agak menonjol disebut
kotiledon yang diliputi selaput tipis desidua basalis di sisi janin, tampak sejumlah arteri dan
vena besar (pembuluh korion) menuju tali pusat. Korion diliputi oleh amnion.
Adapun fungsi plasenta antara
lain untuk Menjamin kehidupan dan pertumbuhan janin dengan baik. Memberi
nutrisi berupa bahan makanan pada janin, sebagai alat untuk
mensekskresikan sisa-sisa metabolisme
janin, sebagai tempat respirasi memberikan O2 dan mengeluarkan CO2 janin,
sebagai temapat Endokrin menghasilkan hormon-hormon antara lain: hCG, HPL,
estrogen, progesteron dan sebagainya. Sebagai imunologi yaitu
menyalurkan berbagai komponen antibodi ke janin sebagai Farmakologi
yaitu menyalurkan obat-obatan yang mungkin diperlukan janin, yang diberikan
melalui induknya, sebagai proteksi yaitu
barrier terhadap infeksi bakteri dan virus serta zat-zat yang bersifat racun tetapi
akhir-akhir ini diragukan (Muchtaromah, 2009).
Segala kebutuhan embrio untuk
perkembangannya diperoleh dari induk melalui plasenta. Pembentukan plasenta
dimulai pada hari kehamilan ke 8,5. periode kehamilan mencit dan kelinci umumnya berlangsung selama 19 hari (18-20
hari, tergantung galurnya) (Muchtarromah, 2009).
4.2.2
Kelinci
Pada praktikum kali ini yang kami amati adalah kelinci yang sedang
bunting, akan tetapi setelah dilakukan pembedahan untuk mengetahui perkembangan
embriologi kelinci ternyata berada dalam tahap blastula, dimana belum sampai
membentuk organ, akan tetapi sudah melewati tingkat sel. Kelinci yang kami
teliti berjenis kelamin betina karena pada perutnya kami menemukan uterus
yang betuknya bercabang-cabang (duplek),
oleh kaena itu kelinci adalah jenis hewan yang dapat memiliki anak banyak,
Menurut
Muchtarromah (2009), embrio pada umur 9 hari mempunyai cirri-ciri bakal
kaki,yang belum jelas baru merupakan
pebengkakan, dan bakal-bakal indra belum kelihatan atau belum nampak lengkung
veseral jelas. Kebuntingan pada hari ke-10 terdapat cirri-ciri yaitu tonjolan-tonjolan
bakal hidung terpisah satu sama lain. Bakal kaki depan melebar dibagian distal
dan bakal mata sudah nampak. Dan pada hari ke-11 tonjolan-tonjolan hidung sudah
merapat, terbentuk lekuk nasal. Pada kaki depan sudah tampak pelekukan bakal
cakar, kaki belakang masih melebar rata.
Gambar 4. Sistem reproduksi pada kelinci Lepus
nigricollis) betina (kiri), jantan (Kanan)
(Boolotion,1979)
Sesuai dengan pernyataan Muchtaromah (2009), bahwa daur pembiakan kelinci
terjadi 15 hari, sedangkan pada mencit dan tikus 5 hari, pada satu daur pembiakan
terjadi perubahan histologis berkala pada sistem pembiakan, Daur estrus
mengandung komponen daur ovarium dan daur uterus. Daur ini dikontrol oleh hormon reproduksi
terutama: estrogen, progesteron dan gonadotropin.
Proses pembelahan Zigot dimulai
pada pembelahan mitosis awal hingga beberapa kali. Sel-sel yang dihasilkan dari
setiap pembelahan memiliki sel yang ukurannya lebih kecil dari ukuran induknya,
disebut blastomer. Sesudah 3-4 kali pembelahan,
zigot masuk tingkat 6 sel: stadium morula (hari ke 3-4
pascafertilisasi). Morula terdiri
:
inner
cell mass: kumpulan sel sebelah dalam, tumbuh menjadi jaringan embrio-janin
outer
cell mass (lapisan sel di sebelah luar, yang akan tumbuh menjadi trofoblas
sampai plasenta) (Saifuddin, dkk., 1999).
Menurut
Rugh (1971), pembelahan sel yang pertama pada kelinci maupun mencit terjadi 24 jam (1 hari) setelah
pembuahan. Pembelahan terjadi secara cepat di dalam oviduk dan berulang-ulang.
Menjelang hari ke-2 setelah pembuahan embrio sudah berbentuk morula 16 sel.
Bersamaan dengan pembelahan, embrio bergulir menuju uterus. Menjelang hari ke-3
kehamilan embrio telah masuk ke dalam uterus, tetapi masih
berkelompok-kelompok. Pada akhirnya embrio akan menyebar di sepanjang kandungan
dengan jarak yang memadai untuk implantasi dengan ruang yang cukup selama masa
pertumbuhan.
Pada hari
ke-5 sampai ke-6, di rongga sela-sela inner cell mass merembes cairan menembus
zona pellucida, membentuk ruang antar sel. Ruang antar sel ini kemudian bersatu
dan memenuhi sebagian besar massa zigot membentuk rongga blastokista. Inner
cell mass tetap berkumpul di salah satu sisi, berbatasan dengan lapisan sel
luar. Pada stadium ini zigot dalam stadium blastula atau pembentukan
blastokista. Inner cell mass disebut sebagai embrioblas outer cell mass
kemudian disebut sebagai trofoblas. Pada akhir minggu pertama (hari ke-5 sampai
ke-7) zigot mencapai kavum uteri Pada
saat itu uterus sedang berada dalam fase sekresi lendir di bawah pengaruh
hormon progesteron dari korpus luteum aktif (Yatim,1995).
Blastulasi dimulai di dalam
uterus, ketika morula sudah terdiri dari 32-64 sel. Di antara sel-sel morula
terbentuk rongga yang disebut blastocoel. Kelompok sel-sel pada kutub animal
disebut inner cell mass, yang mana akan berkembang menjadi embrio selanjutnya.
Lapisan sel-sel tunggal yang mengelilingi blastocoel disebut trofoblas, yang
mana akan berkembang menjadi selaput-selaput ekstraembrio. Blastula mencit dan
marmot disebut blastokista. Blastokista ini berada bebas dalam cairan di lumen
uterus sambil mempersiapkan diri untuk berimplantasi (Muchtarromah, 2009).
Blastulasi dimulai di dalam
uterus, ketika morula sudah terdiri dari 32-64 sel. Blastula mencit dan marmot
disebut blastokista. Blastokista ini berada bebas dalam cairan di lumen uterus
sambil mempersiapkan diri untuk berimplantasi (Muchtarromah, 2009).
Menurut
Sperber (1991), tahap pembelahan (diakhir) akan terbentuk blastula. Blastula
akan membentuk massa sel sebelah dalam (ICM) dan tropectoderm yang akan
berkembang menjadi plasenta. ICM akan berkembang menjadi hipobals dan epiblas.
Epibalas akan berkembang menjadi embrio sedangkan hipobalas akan berkembang
menjadi selaput ekstra embrio.
Penentuan Stadium Embrio Secara Morfologi
Stadium
|
Umur (hari)
|
Ukuran tubuh (mm)
|
Ciri-ciri
|
14
|
9 2/3
|
2
|
-
Bakal kaki belum jelas, baru merupakan
pembengkakan.
-
Bakal organ-organ indra belum nampak
-
Lengkunng veseral jelas
|
15
|
10 2/3
|
5-5,5
|
- Tonjolan-tonjolan
bakal hidung (nasal processes) terpisah satu sama yang lain.
- Bakal kaki
depan melebar di bagian distal.
- Bakal mata sudah tampak
|
16
|
11 2/3
|
5-6
|
-
Tonjolan-tonjolan hidung sudah merapat, terbentuk lekuk nasal
- Pada kaki
depan sudah tampak pelekukan bakal cakar, kaki belakang masih melebar rata
|
17
|
12 1/2
|
7-7,5
|
- Daerah
hidung dan maksila sudah bergabung.
- Bakal misal sudah tampak.
- Bagian
yang melebar pada bagian kaki depan sudah berjalur-jalur, kaki belang belum.
|
18
|
13 1/2
|
10,5-11,5
|
-
Bakal kaki depan sudah terbentuk hanya belum terpisah.
-
Bagian yang melebar pada kaki belakang berjalur-jalur.
- Hernia umbilikus jelas.
Daun telinga
terbentuk.
|
19
|
14 2/3
|
11-11,5
|
- Daun
telinga melipat kedalam
- Jari-jari
kaki depan sudah terpisah dibagian
dista, tetapi bagian pangkalnya dihubungkan satu sama lain oleh selaput.
-
Folikel-folikel rambut tampak pada tubuh.
|
20
|
15 1/2
|
12,5-14
|
-
Daun telinga hampir menutupi seluruh lubang
-
Kaki depan dan belakng sudah berjari yang terpisah
-
Folikel rambut lebih banyak
|
21
|
16 1/2
|
12-15
|
-
Daun telinga menutupi seluruh lubang
-
Kelopak mata muali tertutup
-
Hernia umbilikus sudah menyusut
|
22
|
17
|
16-19,5
|
-
Kelopak mata menutup
-
Jari-jari hampir sejajar satu sama sain
-
Kerutan-kerutan tampak pada kulit tubuh
|
23
|
18 1/2
|
18-23
|
-
Kerutan-kuratan kulit tampak pula didaerah kepala dan pangkal kaki
-
Jari-jari sejajar
|
24
|
19 1/2
|
24-28
|
-
Kedua kaki depan merunduk ke muka dekat ujung ekor
-
Sumbu kepala sejajar dengan kaki belakang. (embrio mungkin sudah dilahirkan
|
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas
dapat kami simpulkan bahwa:
1) Perkembangan embrio kelinci dan kambing dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu tahap
praimplantasi, tahap organogenesis dan tahap fetogenesis.
2) tahap-tahap perkembangan embrio diawali
dengan proses peleburan antara sel sperma dan sel telur.
3) Dari peleburan tersebut kemudian terbentuk
zigot yang terus membelah dari blastula hingga ke grastula
4) segmentasi pertama pada kelinci terjadi
sekitar 24 jam setelah fertilisasi, pembelahan berlanjut selama 2-3 hari
5) Blastulasi dimulai di uterus, ketika
morula sudah terdiri dari 32-64 sel., Blastomer akan terimplantasi pada hari
ke-4 kehamilan dan berakhir pada hari ke-6 kehamilan, dan kemudian diikuti
dengan proses gastrulasi.
6) Akhir tahap perkembangan adalah proses
pembentukan organ dari lapisan ektoderm, mesoderm, endoderm dan
derivat-derivatnya.
7)
Kehamilan
kelinci dan kambing pada hari
ke-4,5 blastokista mulai berimplantasi dalam endometrium uterus.
8)
Fungsi plasenta pada embrio adalah untuk menyediakan nutrisi
dan makanan bagi janin dan juga untuk mensekresikan sisa-sisa metabolisme pada
embrio.
5.2 Saran
Semoga praktikum yang kami lakukan membawa manfaat
dalam kehidupan kita baik pada masa pembelajaran sampek kelak, dan membawa
banyak manfaat bagi orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Lu, F.C.
1995. Toksikologi
Dasar; Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Marjono, Budi. 1992.
http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklob6.html.
Diakses pada tanggal 06 Juni 2009 pukul 06.00 WIB.
Muchtarromah, Bayyinatul.
2009. Struktur Pertumbuhan Hewan II. Malang: Universitas Islam Negeri
Malang.
Muchtaromah,bayyinatul.2009.
Pembelahan. Malang. Power point
Ngatidjan. 1991. Petunjuk Laboratorium, Metode
Laboratorium dalam Toksikologi. Yogyakarta: UGM.
Patodihardjo, Soebadi. 1992.
Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Rugh, R. 1971. A Guide to
Vertebrate Development. USA: Burgess Publishing Co.
Sperber, G.H. 1991. Embriologi Kraniofacial. Jakarta: Hipokrates.
Toelihere, Mozes R. 1979. Fisiologi
Reproduksi Pada Ternak. Bandung: Angkasa.
Villee, Claude A. 1988.
Zoologi Umum. Jakarta: Erlangga.
Yatim, Wildan. 1984.
Embriologi. Bandung : Tarsito.